A. PENGERTIAN
Emfisema paru-paru merupakan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Emfisema paru adalah penyakit yang ditandai oleh pelebaran ruang
udara (alveolus) di dalam paru-paru sehingga terjadi penyempitan saluran
napas disertai kerusakan jaringan yang luas (Irman,2007).
B. KLASIFIKASI
Terdapat 2 (dua) jenis emfisema
utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang terjadi dalam
paru-paru.
1.
Panlobular (panacinar),
yaitu terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus alveolar, dan alveoli. Semua
ruang udara di dalam lobus sedikit banyak membesar, dengan sedikit penyakit
inflamasi. Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang hiperinflasi dan ditandai oleh
dispnea saat aktivitas, dan penurunan berat badan ( Suzanne , 2002).
2.
Sentrilobular
(sentroacinar), yaitu perubahan patologi terutama terjadi pada pusat
lobus sekunder, dan perifer dari asinus tetap baik. Seringkali terjadi
kekacauan rasio perfusi-ventilasi, yang menimbulkan hipoksia, hiperkapnia
(peningkatan CO2 dalam darah arteri), polisitemia, dan episode gagal jantung
sebelah kanan. Kondisi mengarah pada sianosis, edema perifer, dan gagal napas
(Suzanne, 2002).
C. ETIOLOGI
Beberapa
faktor yang menyebabkan emfisema, diantaranya :
1. Merokok
Rokok
adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Merokok dapat menyebabkan perubahan
struktur dan fungsi saluran napas dan jaringan paru-paru. Pada saluran napas
besar, sel mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mucus bertambah banyak
(hyperplasia). Pada saluran napas kecil, terjadi radang ringan hingga
penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lender. Pada jaringan
paru-paru, terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli
(Kompas,2006).
2. Defisiensi α1-antitripsin
α1-antitripsin
adalah protein serum yang diproduksi oleh hepar dan pada keadaan normal terdapat
di paru untuk menghambat kerja enzim elastase neutrofil yang destruktif
terhadap jaringan paru (Seersholm dalam Megantara,2013).Penurunan kadar
α1-antitripsin kurang dari 35% dari nilai normal (150-350 mg/dL) menyebabkan
proteksi terhadap jaringan parenkim paru berkurang, terjadi penghancuran
dinding alveoli yang bersebelahan, dan akhirnya menimbulkan emfisema paru.
Aktivasi neutrofil jalan napas menyebabkan pelepasan elastase neutrofil.
Elastase akan merangsang makrofag melepaskan chemoattractant
leukotrien B4 (LTB4) yang
menimbulkan penarikan neutrofil plasma. Penarikan neutrofil melewati jaringan
interstisial menyebabkan kerusakan jaringan ikat (Stockley dalam
Megantara,2013).
Varian
genetik α1-antitripsin tersering adalah M, S dan Z. Alel M adalah normal sedang
alel S dan Z berhubungan dengan defisiensi α1- antitripsin. Defisiensi
α1-antitripsin sedang paling sering disebabkan oleh genotip MS dan MZ, pada
populasi kulit putih sebesar 10% dan 3%. Individu genotip MM mempunyai kadar
α1-antitripsin normal, sedangkan heterozigot MS dan MZ mengalami pengurangan
kadar α1-antitripsin sebesar 80% dan 60%. Heterozigot SZ jarang (<1%) dengan
kadar α1-antitripsin sekitar 40% normal dan risiko PPOK meningkat bila merokok
(Turino dalam Megantara,2013).
Genotip
ZZ sudah dipastikan sebagai factor risiko genetik PPOK, tetapi sangat banyak
variasi penyebab penyakit pada pasien dengan genotip ZZ.Pasien dengan
α1-antitripsin varian Z bentuk homozigot (ZZ) mempunyai risiko sangat tinggi
terhadap perkembangan emfisema pada usia muda jika mereka merokok dan yang
tidak merokok terjadi penurunan faal paru dengan cepat. Insidens defisiensi
α1-antitripsin varian Z sangat rendah maka sulit untuk bisa menjelaskan
predisposisi PPOK pada populasi umum (Yim dalam Megantara,2013).
3. Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan
kerusakan paru lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia,
bronkiolitis akut dan asma bronkiale,dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas,
yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema.
D. MANIFESTASI
KLINIS
Manifestasi
klinis emfisema adalah gejala klinis atau gejala fisik yang timbul akibat
emfisema. Berikut ini merupakan manifestasi klinis emfisema menurut (Baughman
& Hackley, 2000):
1.
Batuk
kronis, mengi, sesak napas, dan takipnea, diperburuk dengan infeksi pernapasan.
Pasien biasanya mempunyai riwayat merokok dan
riwayat batuk kronis yang lama, mengi, serta peningkatan napas pendek dan cepat
(takipnea) (Smeltzer
& Bare, 2002). Paru yang mengalami emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi
dan bronkioles tidak dikosongkan secara efektif dari sekresi yang dihasilkannya. Gejala-gejala diperburuk oleh
infeksi pernapasan. Pasien
rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat pengumpulan sekresi sekret (Smeltzer & Bare,
2002).
2.
Latihan
ringan menimbulkan dispnea dan keletihan.
Pada tahap lanjut, dispnea terjadi saat aktivitas
bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti makan dan mandi. Pada
waktunya, bahkan gerakan ringan sekali pun, seperti membungkuk untuk mengikat
tali sepatu, mengakibatkan dispnea dan keletihan (dispnea eksersional. Dispnea merupakan gejala utama emfisema
dan mempunyai awitan yang membahayakan. Dispnea adalah pernapasan sulit atau menyakitkan.
Pasien dengan napas dispnea cenderung bernapas lambat ,napas
pendek, breathlessness, atau shortness of breath (Smeltzer
& Bare, 2002).
3.
Pada
inspeksi, "dada tong" akibat udara terjebak, kehilangan massa otot,
dan pernapasan dengan bibir.
Pada inspeksi, pasien biasanya tampak mempunyai barrel
chest (akibat
terperangkapnya udara,
penipisan massa otot, dan pernapasan dengan bibir dirapatkan. Pernapasan dada,
pernapasan abnormal tidak efektif, dan penggunaan otot-otot aksesori pernapasan
(sternokleidomastoid) adalah umum
terjadi. (Smeltzer & Bare, 2002).
Barrel
chest (dada tong)
yaitu kondisi dimana bentuk elips normal dada digantikan oleh
yang berbentuk bulat dimana diameter anteroposterior membesar sampai sekitar
diameter melintangnya.
Diafragma
tertekan sementara sternum terdorong ke depan sementara rusuk melekat secara
horizontal, bukan menyudut
(Williams & Wilkins, 2004).
4.
Pada
auskultasi, bunyi napas hilang disertai krakles, ronki, dan perpanjangan
ekspirasi.
Auskultasi menunjukkan terdengarnya bunyi napas
dengan krekels,
ronchi,
dan perpanjangan respirasi (Smeltzer
& Bare, 2002). Sedangkan
suara napas ronchi terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, karakter suara
terdengar perlahan, nyaring dan suara mengorok terus-menerus. Suara ini
berhubungan dengan sekresi kental dan peningkatan sputum (Somantri,
2007).
Krekels atau
ronkhi basah adalah bunyi yang nonkontinu yang terjadi akibat penundaan
pembukaan kembali jalan napas yang menutup karena krekels halus, biasanya dapat
terdengar pada akhir inspirasi dan berasal dari alveoli. Krekels dapat
dihilangkan dengan batuk tapi mungkin juga tidak. Timing ronkhi ini
adalah sangat penting. Ronkhi inspirasi awal menunjukkan kemungkinan penyakit
pada jalan napas kecil, dan khas untuk hambatan jalan napas kronis. Ronkhi
kasar khas untuk pengumpulan sekret yang tertahan dan memiliki kualitas seperti
mendeguk yang tidak mengenakkan. Bunyi ini cenderung berubah dengan batuk yang
juga memiliki kualitas yang sama (Muttaqin, 2008).
5.
Hiperesonan
pada perkusi, dan menurun pada fremitus.
Ketika dada diperiksa, ditemukan hiperesonans pada perkusi dan penurunan fremitus
ditemukan pada seluruh bidang paru
(Smeltzer
& Bare, 2002). Fremitus adalah vibrasi yang dirasakan
di luar dinding dada saat pasien bicara. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui
getaran suara dari saluran nafas
yang dapat dilakukan dengan cara palpasi.
6.
Anoreksia,
penurunan berat badan, dan kelemahan.
Emfisema dapat membuat makan lebih sulit karena pola nafas pasien emfisema yang tidak adekuat.
Sehingga penderita kehilangan nafsu makan yang berdampak pada penurunan berat
badan dan kelemahan tubuh klien emfisema.
7.
Hipoksemia
dan hiperkapnea pada tahap lanjut.
Kadar oksigen
yang rendah (hipoksemia) dan kadar karbon dioksida yang tinggi (hiperkapnia)
terjadi pada tahap lanjut penyakit (Smeltzer & Bare, 2002). Hal ini karena akibat kerusakan
kapiler alveoli dan
ketidakefektifan pola nafas klien emfisema yang terjadi terus menerus dan
berlangsung lama.
8.
Reaksi
inflamasi pada infeksi akibat penumpukan sekresi.
Gejala-gejala
diperburuk oleh infeksi pernapasan. Pasien rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi
akibat pengumpulan sekresi sekret. Infalamasi atau peradangan adalah bengkak
kemerahan, panas, dan nyeri pada jaringan karena cedera fisik, kimiawi,
infeksi, atau reaksi alergi. Setelah
infeksi terjadi, pasien mengalami mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi (Smeltzer & Bare, 2002).
E. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi Emfisema Diambil dari Somantri, Irman.
2010
Emfisema
merupakan kelainan di mana terjadi kerusakan pada dinding alveolus yang akan
menyebabkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara akan terganggu
akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan
akibat dari adanya destruksi dinding (septum) di antara ruang alveolus (blebs)
dan diantara parenkim paru-paru (bullae). Proses ini akan menyebabkan
peningkatan ventilatory pada “dead space”
atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah.
Kerja
napas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru-paru
untuk melakukan pertukaran gas O2 dan CO2, emfisema juga
menyebabkan destruksi kapiler paru-paru, selanjutnya terjadi penurunan perfusi
O2 dan penurunan ventilasi. Jika emfisema terjadi pada usia muda
biasanya berhubungan dengan bronkritis kronis dan merokok.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada emfisema adalah
gagal jantung sebelah kanan (Asih
& Efey,
2004). Hal
ini terjadi karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler pulmonal berkurang.
Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk
mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Terdapatnya
kongesti, edema tungkai (edema dependen), distensi vena leher, atau nyeri pada
region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.
Pada emfisema terjadi banyak kerusakan jaringan pada
dinding alveolus, dimana pada dinding alveolus tersebut terdapat arteri
pulomali yang terhubung dengan ventrikel kanan. Arteri pulmomali ini berfungsi dalam peredaran darah dari
jantung ke paru-paru. Karena begitu banyak
jaringan paru-paru yang rusak, jantung harus bekerja lebih keras untuk
memompa darah ke paru-paru. Beban ekstra ini membuat jantung melemah dan
membesar. Pertukaran gas dalam alveolus pun mengalami perubahan. Perubahan pada beban volume juga
berperan penting, yaitu dinamika saat peningkatan denyut
jantung, polisitemia serta retensi garam dan air. Pada suatu titik
ventrikel kanan tidak mampu lagi berfungsi dalam kondisi beban tekanan tinggi
sehingga terjadi gagal jantung kanan.
G. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1.
Pemeriksaan
rutin
Agar dapat mengetahui perkembangan kesehatan klien
secara kontinyu.
a.
Faal
paru
1)
Spirometri
(VEP1, VEP1prediksi, KVP,
VEP1/KVP)
-
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).
Obstruksi :
% VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75
%
-
VEP1 merupakan parameter
yang paling umum dipakai
untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun
-
kurang tepat, dapat dipakai sebagai
alternatif dengan memantau
variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
-
Hasil pemeriksaan fungsi paru
dengan menggunakan spirometri
2)
Uji
bronkodilator
-
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
Setelah pemberian
bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat
perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan
< 200 ml
-
Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
b.
Darah
rutin
Pemerisaan darah dilakukan untuk
mengetahui nilai Hb, Ht, leukosit
serta kadar oksigen dalam darah.
c.
Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk
menyingkirkan penyakit
paru lain.
Pada emfisema terlihat gambaran
:
-
Hiperinflasi
-
Hiperlusen
-
Ruang retrosternal melebar
-
Diafragma mendatar
-
Jantung menggantung
(jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
2.
Pemeriksaan
khusus (tidak rutin)
a.
Faal
paru
- Volume Residu
(VR), Kapasiti Residu
Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat
-
DLCO
menurun pada emfisema
-
Raw
meningkat pada bronkitis kronik
-
Sgaw meningkat
-
Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
b.
Uji
latih kardiopulmoner
-
Sepeda
statis (ergocycle)
-
Jentera (treadmill)
-
Jalan
6 menit, lebih rendah dari normal
c.
Uji
provokasi bronkus
Untuk
menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian
kecil PPOK terdapat hipereaktiviti
bronkus derajat ringan
d.
Uji
coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah
pemberian kortikosteroid oral (prednison
atau metilprednisolon)
sebanyak 30 - 50 mg per hari selama
2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator
> 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat
kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid
e.
Analisis
gas darah
1) Normal
pH 7.35 – 7.45, PCO 35-45, PO2 > 80 mmHg
2) Tanda
gagal nafas kronik (pH normal, PCO2 mningkat, bicnat meningkat > 30 mmol, BE
> 4 mol)
3) Gagal
nafas akut pH , 7.35 (asidosis), PCO2 > 45
f.
Radiologi
-
CT - Scan resolusi tinggi
- Mendeteksi
emfisema dini dan menilai jenis serta derajat
emfisema atau bula yang tidak
terdeteksi oleh foto toraks polos
-
Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi
respirasi paru
g.
Elektrokardiografi
Mengetahui
komplikasi pada jantung yang
ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan
h.
Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan
Pada PPOK ringan, sedang, dan berat
mempunyai nilai tekanan rerata arteri pulmonalis 18.33 mmHg, 29.50 mmHg, dan
31.61 mmHg P = (0.005)
i.
Bakteriologi
Pemerikasaan
bakteriologi sputum pewarnaan
Gram dan kultur resistensi
diperlukan untuk mengetahui
pola kuman dan untuk memilih
antibiotik yang tepat. Infeksi saluran
napas berulng merupakan
penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita
PPOK di Indonesia.
j.
Kadar
alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema
pada usia muda), defisiensi
antitripsin alfa-1 jarang
ditemukan di Indonesia.
H. ASUHAN
KEPERAWATAN
1.
Gambaran
Kasus
Seorang
laki-laki berumur 60 tahun dirawat di rumah sakit dengan keluhan sulit bernapas
dan lemah. Klien telah mengalami batuk berdahak 1 bulan terakhir dan menyatakan
khawatir akan kondisinya. Menurut istri klien memiliki riwayat merokok.
2.
Pengkajian
Data Demografi
1. Biodata
- Nama :
Tn. S
- Usia :
60 tahun
- Jenis kelamin :
Laki-laki
- Alamat :
Pomahan RT 03/01 Sulang Rembang
- Suku / bangsa :
Jawa/Indonesia
- Status pernikahan :
sudah kawin
- Agama :
Islam
- Pekerjaan :
Pedagang
- Diagnosa medik :
Emfisema
- No. medical record :
6703579
- Tanggal masuk :
14 April 2014
- Tanggal pengkajian :
30 April 2014
2. Penanggung jawab
- Nama :
Ny. L
- Usia :
52 tahun
- Jenis kelamin :
perempuan
- Pekerjaan :
Tani
- Hubungan dengan klien :
istri
Riwayat Kesehatan
1.
Keluhan
utama :
Sulit bernapas dan lemah
2. Riwayat kesehatan sekarang :
Sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh sulit bernapas dan
lemah. Klien telah mengalami batuk berdahak selama 1 bulan terakhir. Klien
mengatakan khawatir terhadap kondisinya.
3.
Riwayat
kesehatan lalu
Keluarga
Klien mengatakan bahwa kalien memiliki riwayat merokok.
4.
Riwayat
kesehatan keluarga
- Penyakit
keturunan : alergi
- Anggota
keluarga yang terkena : ibu klien
¨ Alergi hipertensi
¨ asma penyakit
jantung
¨ TBC stroke
¨ Anemia hemophilia
¨ Arthritis migraine
¨ DM kanker
¨ gangguan emosional
Riwayat Psikososial
Pasien
mempunyai hubungan yang baik dengan keluarga, teman, dan masyarakat
Riwayat Spiritual
- Ketaatan
beribadah dan menjalankan kepercayaan :
meyakini adanya Allah
-
Support system dalam keluarga :anggota
keluarga saling mendoakan
- Ritual
yang biasa dijalankan :
berdoa dan solat 5 waktu
Pengkajian
Berdasarkan Handerson
1. Kebutuhan Oksigenasi
Airway : tidak ditemukan sumbatan
jalan napas
Breathing : pernapasan 14x/menit, ,dispnea, takipnea, ortopnea,
pernapasan cuping hidung, pengembangan
dada kanan sama dengan dada kiri, ada otot bantu napas.
Circulation :
tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, suhu 36,50C, kapileri
refill kembali dalam 2 detik.
2.
Kebutuhan
Nutrisi-Cairan
Jenis
|
Sebelum masuk RS
|
Setelah sakit
|
Makan
|
2 x sehari
Bentuk nasi dan sayur
|
3x sehari
Bentuk nasi dan sayur
|
Minum
|
>
1 liter, ± 1500 ml
|
> 1 liter, ± 1500 ml
|
3. Kebutuhan Eliminasi
Jenis
|
Sebelum masuk RS
|
Setelah sakit
|
BAB
|
1x
sehari
konsistensi
lembek
warna
coklat
tidak
ada darah
|
1x sehari
konsistensi
lembek
warna
coklat
tidak ada darah
|
BAK
|
±
1000 ml sehari
warna
kuning jernih
tidak
ditemukan darah
kencing
lancer
|
sehari
± 200 ml
warna
kuning pekat
tidak ditemukan darah
kencing menetes
nyeri saat kencing
|
4. Kebutuhan Aktivitas-Latihan :
Jenis
|
Sebelum masuk RS
|
Setelah sakit
|
Aktifitas harian
|
Bekerja sebagai penjual jajan
keliling mulai jam 7-4 sore
Menonton TV
|
tidur di bed
ngobrol dengan keluarga
|
Olahraga
|
tidak
pernah olahraga rutin
|
tidak melalukan olahraga selama di rumah sakit
|
5. Kebutuhan Tidur/Istirahat :
Jenis
|
Sebelum masuk RS
|
Setelah sakit
|
Tidur siang
|
tidak tidur siang
|
tidur selama 2 jam,
nyenyak,
bangun tidur tidak merasa pusing
|
Tidur malam
|
tidur
selama 8 jam
nyenyak
dan tidak mudah terbangun
|
tidur selama 5 jam, sulit memulai tidur, kadang terbangun
karena cemas
|
6. Kebutuhan Personal Higiene :
Jenis
|
Sebelum masuk RS
|
Setelah sakit
|
mandi
|
2 x sehari, mandiri ke kamar mandi
|
2 x sehari, mandiri ke kamar mandi
|
oral hygiene
|
2
x sehari, mandiri
|
2 x sehari , mandiri
|
keramas
|
3
hari sekali
|
seminggu sekali
|
7. Pola Persepsi dan Sensori :
Jenis
|
Sebelum masuk RS
|
Setelah sakit
|
Kognitif
|
mampu mendengar, melihat dan
memahami informasi dengan baik,
mampu membedakan rasa
|
mampu mendengar, melihat dan
memahami informasi dengan baik, mempu membedakan rasa
|
Psikomotor
|
mampu
berbicara, dengan baik, mampu melakukan perintah dengan baik, mampu menirukan
dengan baik
|
mampu berbicara, dengan baik, mampu melakukan perintah
tertentu dengan baik, mampu menirukan perintah tertentu dengan baik
|
8. Kebutuhan Komunikasi dan Mental
Klien
komunikatif, kooperatif dan mampu berkomunikasi dengan baik sebelum dan
setelah masuk rumah sakit.
9. Kebutuhan Kenyamanan :
Sebelum masuk RS
|
Setelah sakit
|
dapat melalukan segala macam
aktifitas dan cepat lelah ketika melakukan aktivitas yang berlebihan
|
aktifitas menjadi terbatas karena
sulit bernapas dan lemas ketika melakukan aktivitas yang berlebihan
|
10. Kebutuhan Seksualitas : penurunan libido
11. Kebutuhan Stress dan Koping : Klien belum mampu menerima kondisi. Klien
khawatik akan kondisinya sekarang. Keluarga memberikan dukungan dan motivasi
kepada klien.
12. Pola Konsep Diri
-
Citra
tubuh : khawatir
dengan kondisi tubuhnya
-
Identitas : mempunyai
persepsi diri yang baik terhadap dirinya
-
Harga
diri : tetap
percaya diri
-
Peran : menyadari
bahwa perannya menjadi terbatas atau minimal sejak sakit
-
Ideal
diri : belum
menerima keadaan dirinya saat ini
13. Kebutuhan Rekreasi :
Sebelum masuk RS
|
Setelah sakit
|
berkunjung ke rumah saudara,
menonton TV,
|
mudah merasa jenuh, ngobrol dengan
istri dan keluarga
|
14. Terapi Modalitas dan Spiritual : klien memenuhi kebutuhan spiritualnya dengan
selalu mengingat Allah, berdoa dan memperbanyak dzikir.
3.
Pemeriksaan
Fisik Head to Toe
1.
Keadaan Umum : composmentis
2.
Pemeriksaan Tanda-tanda Vital :
-
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
-
Nadi :
90 x/menit
-
Respiratory Rate : 28 x/menit
-
Suhu :
36,50C
-
Berat Badan : 56 kg
3.
Pemeriksaan Kulit dan Rambut
-
Kulit :
berwarna coklat, lembab, tidak ada jaringan parut
-
Rambut :
berwarna hitam, tebal, agak panjang, kering, tidak rontok.
4.
Pemeriksaan Kepala dan Leher
-
Kepala
Raut
wajah : tampak
datar
Bentuk : bulat
Mata : dapat
membuka lebar, jelas saat membaca tulisan, diameter pupil 3mm/3mm, simetris,
reflek pupil terhadap cahaya (+), warna konjungtiva tidak anemis dan sklera berwarna putih
bersih, reflek berkedip (+), lapang pandang normal 1500, tidak ada
lesi dan tidak ada kantung mata
Telinga : berminyak,
simetris, tidak ada lesi
Hidung : bersih,
simetris
Mulut : bersih,
mukosa lembab, tidak ada rasa nyeri saat mengunyah.
-
Leher :
warna kulit sama seperti bagian kulit yan lain, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid, tidak ada nyeri telan.
5.
Pemeriksaan Dada
-
Paru-paru
Inspeksi : pengembangan
dada kanan sama dengan kiri, tidak ada lesi, barrel chest
Perkusi : terdengar
bunyi sonor di seluruh permukaan paru
Auskultasi : tidak
terdengar bunyi tambahan
-
Jantung
Inspeksi : pulsasi tampak
jelas terlihat
Palpasi : tidak ada
nyeri tekan, pulsasi teraba
Perkusi : vesikular
Auskultasi : tidak ditemukan
bunyi tambahan atau murmur, terdengar bunyi lub dup
6.
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi :
tidak ada lesi dan jaringan parut, warna sama rata dengan kulit yang lain,
umbilikus bersih
Auskultasi :
suara bising usus normal 8x/menit
Palpasi :
ada nyeri tekan pada perut bagian bawah
Perkusi :
terdengar bunyi timpani
7.
Pemeriksaan Ekstermitas
-
Ekstermitas atas
Kiri
dan kanan : tidak
ada atrofi, kekuatan otot normal dengan nilai 100% melawan grafitasi dengan tahanan
penuh, akral hangat, capillary refill
kembali dalam waktu 2 detik
-
Ekstermitas Bawah
Kiri
dan kanan : tidak
ada atrofi, kekuatan otot normal dengan nilai 100% melawan grafitasi dengan tahanan
penuh, akral hangat, capillary refill
kembali dalam waktu 2 detik
8.
Pemeriksaan Sistem Persarafan : tidak terdapat gangguan dalam sistem saraf
pada klien
9.
Sistem Imunitas :
klien memiliki alergi pada debu
4.
Pemeriksaan
Penunjang
1. pemeriksaan
Spirometri
Normal
|
Hasil
|
|
TLC
|
6000 ml
|
7000
ml
|
RC
|
1200 ml
|
1300
ml
|
VC
|
4800 ml
|
4750
ml
|
FEV
|
1100 ml
|
1050
ml
|
5.
Analisa
Data
No.
|
Data
|
Masalah
|
Etiologi
|
Diagnosa keperawatan
|
1.
|
Ds :
- klien mengatakan
selama 1 bulan terakhir mengalami batuk berdahak Keluarga
- klien mengatakan memiliki riwayat merokok
Do : klien terlihat
sulit bernapas dan lemah
|
ketidakefektifan
bersihan jalan napas
|
Sekret dan kelelahan
|
Ketidakefektifan
bersihan jalan napas berhubungan dengan sekret dan kelelahan
|
2.
|
Ds : klien mnagatakan
khawatir akan kondisinya
|
Ansietas(00146)
|
Perubahan status
kesehatan
|
Ansietas berhubungan
dengan perubahan status sosial(00146)
|
10.
Intervensi
No.
|
Diagnosa keperawatan
|
Tujuan dan kriteria
hasil
|
Intervensi
|
1.
|
Ketidakefektifan
jalan napas berhubungan dengan sekret dan kelelahan
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x 24 ketidaakefektifan jalan napas berkurang
dengan kriteria hasil :
-
RR dalam batas normal yaitu 24
x/menit
-
Sputum keluar dari jalan napas
-
Tidak ada suara tambahan
|
Oxygen
therapy (3320)
-
Larang klien merokok
-
Bersihkan secret dari mulut,
hidung dan trakea
-
Pantau keefektifan terapi oksigen
-
Pertahankan kepatenan jalan napas
-
Memantau aliran oksigen
Airway
management (3140)
-
Ajarkan batuk efektif
-
Pantau status respirasi dan oksigen
-
Rubah posisi klien untuk
mengurangi dispnea
-
|
2.
|
Ansietas (00146)
berhubungan dengan perubahan status kesehatan
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x 24 jam kecemasan klien berkurang dengan
kriteria hasil :
-
Klien dapat menerima kondisinya
-
Kecemasan klien berkurang
|
Anxiety Reducing
(5820)
-
Gunakan pendekatan tenang dan
meyakinkan
-
Dorong keluarga untuk berada di
samping
-
Bantu klien mengidentifikasi
penyebab cemas
-
Dengarkan dengan perhatian
-
Pahami pandangan klien dari
situasi stres yang di alami
Dorong pasien
menggunakan terapi relaksasi
|
I.
DISCHARGE PLANNING
Discharge
planning (perencanaan pulang) merupakan komponen system
perawatan berkelanjutan, pelayanan yang diperlukan klien secara berkelanjutan
dan bantuan untuk perawatan berlanjut pada klien dan membantu keluarga
menemukan jalan pemecahan masalah dengan baik, pada saat tepat dan sumber yang
tepat dengan harga yang terjangkau (Doenges & Moorhouse : 94-95).
Berikut merupakan perencanaan bagi pasien emfisema :
1.
Menghindari iritasi. Memakai alat
pelindung atau masker jika tempat kerja klien terkena paparan debu atau bahan
kimia yang mengganggu klien. Menetaplah di dalam ruangan jika kualitas udara di
luar buruk.
2.
Mencegah infeksi pernafasan. Hindari
kerumunan banyak orang terutama ketika musim influenza dan hindari orang yang
terinfeksi saluran nafas atas.
3.
Mencari pengobatan jika gejala penyakit
tersebut muncul kembali atau keadaan klien semakin memburuk.
4.
Latihan. Klien dapat melakukan latihan
nafas dalam dan olahraga-olahraga sederhana. Olahraga dapat membantu mengurangi
masalah pernapasan dan meningkatkan kesehatan klien.
5.
Menganjurkan klien untuk meningkatkan
tidur. Menganjurkan klien untuk latihan relaksasi sebelum tidur untuk
meningkatkan kenyamanan tidur klien.
6.
Posisi tidur khusus. Klien dapat tidur
dengan posisi semi fowler jika mengalami kesulitan bernafas ketika berbaring. Gunakan
busa atau bantal untuk meninggikan kepala pada saat tidur. Posisi tersebut
dapat membantu memperlancar proses pernafasan.
7.
Meningkatkan toleransi aktivitas.
Mendorong klien untuk meningkatkan aktivitas secara bertahap.
8.
Hubungi penyedia layanan kesehatan
utama, jika :
-
mengalami demam.
-
kesulitan melakukan aktivitas yang biasa
karena sulit untuk bernapas.
-
batuk dahak lebih dari yang normal bagi
klien.
-
kaki atau pergelangan kaki bengkak.
J.
DAFTAR PUSTAKA
Asih, Niluh Gede Yasmin & Efey. Christantie.
(2004). Keperawatan Medikal Bedah Klien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC.
Baughman, Diane C & Hackley, JoAnn C. (2000). Keperawatan
Medikal Bedah: Buku Saku dari
Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.
Himpunan dokter
paru Indonesia.2003.penyakit paru
obstruksi kronik.Jakarta
Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan
Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda C. (2002). Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 1 Ed 8 . Jakarta : EGC.
Somantri,
Irman(2007). Keperawatan Medikal Bedah:Asuhan
Keperawatan Sistem Pernapasan.
Jakarta:Salemba Medika
Supriyadi,Megantara.(2013).”Faktor
Genetik Penyakit Paru Obstruktif Kronik”. CDK-207/ vol. 40 no. 8.
Williams, Lippincott & Wilkins. (2004). Rapid
Assessment: a Flowchart Guide to Evaluating Signs and Symtoms. Bethlehem Pike: Lippincott Williams& Wilkins.
By: Rinda Ayu Dwi apriska, Benny bakhtiar, Ning Suwarsih, Atik Dina Nasekhah, Veronica Lita W.,