I.
Definisi
Ular adalah salah satu hewan yang ditakuti oleh manusia,
apalagi jika ular tersebut
mengandung bisa yang dapat membahayakan keselamatan manusia. Jika anda terkena bisa beracunnya, nyawa anda akan
melayang. Di Indonesia sendiri, jenis binatang melata
ini terbilang sangat banyak sehingga akan mudah ditemui disekitar pemukiman
penduduk. Beberapa ular yang paling berbahaya adalah ular weling atau ular
tanah dan ular sendok atau kobra karena racun yang terkandung dalam bisanya
terdiri dari bahan kimia dan enzim yang berisi 90% protein. Adapun jenis racun ular adalah
sebagai berikut :
A.
Neurotoksin
Racun jenis neurotoksin
dapat berbahaya bagi tubuh karena melumpuhkan sistem saraf pusat, melumpuhkan
jantung dan saluran pernafasan sehingga dapat mengakibatkan kematian pada
korban yang tergigit. Biasanya racun jenis ini dimiliki oleh ular Kobra, ular
Mamba, ular Laut, Krait dan ular Karang.
B.
Hemotoksin
Yang kedua, racun yang
mengandung hemotoksin, akan menyerang sistem sirkulasi darah dan sistem otot
sehingga akan menyebabkan kerusakan jaringan, gangrene dan kelumpuhan permanen
pada kemampuan bergerak otot. Biasanya, racun jenis ini akan dihasilkan pada
keluarga ular Viperidae seperti Rattle snake, Coppe head dan Cotton mouth.
Selain bisa/racun ular memiliki enzim, berikut jenisnya :
A.
Cholinesterase
: Enzim ini mengandung
neurotoksin yang berfungsi untuk melumpuhkan lawan.
B.
Amino
Acid Oxidase : Enzim ini berfungsi untuk
mencerna mangsa yang sudah ditelan dan juga memicu peran enzim lain.
C.
Hyaluronidase : Enzim ini berfungsi untuk
mempermudah penyerapan enzim lain ke jaringan tubuh mangsa yang sudah ditelan.
D.
Proteinase
: Enzim ini berguna untuk mencerna dan menghancurkan jaringan
tubuh korban.
E.
Adenosin
Triphospatase : enzim ini diduga sebagai neuritoksin yang bekerja sebagai
sentral dan menyebabkan korban mengalami syok sebelum dilumpuhkan.
F.
Phospodiesterase : enzim ini bekerja dengan cara
mengganggu fungsi jantung dan menurunkan tekanan darah dengan cepat pada mangsa
yang sudah digigit.
II. Etiologi
Keracunan
akibat gigitan ular dapat di sebabkan karena gigitan ular berbisa. Ada beberapa
jenis ular berbisa yang dapat menyebabkan keracunan, antara lain:
A.
Elapidae
Jenis ular yang tergolong di dalam keluarga ini ialah: uIar katam
tebu, ular katam belang, ular katam kepala merah, ular matahari, ular sendok
(Naja spp.), ular king-cobra (Ophiophagus hannah). Ular dari family Elapidae
mempunyai bahan racun saraf (neurotoksin). Yaitu bisa ular yang merusak dan
melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan
jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka
gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan
selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan
saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular
keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limfe.
B.
Viperidae
Jenis ular ini antara lain, ular bandotan puspo (Vipera
russelli), ular tanah (Calloselasma rhodostoma), ular bangkai laut
(Trimeresurus albolabris). Ular dari family Viperidae pula bahan racun jenis
darah (haemotoksin). Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa
ular yang menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan
jalan menghancurkan stroma lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel
darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar menembus
pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis
(lender) pada mulut, hidung, tenggorokan.
C.
Hydropidae
Jenis ular ini adalah ular-ular yang ada di laut. Ular family
Hydropidae pula mempunyai bahan racun otot (myotoksin).
III. Mekanisme Gigitan Ular
Efek toksik bisa ular pada saat
menggigit mangsanya tergantung pada spesies, ukuran ular, jenis kelamin, usia,
dan efisiensi mekanik gigitan (apakah hanya satu atau kedua taring menusuk
kulit), serta banyaknya serangan yang terjadi.
A.
Korban
gigitan ular terutama adalah petani, pekerja perkebunan, nelayan, pawang ular,
pemburu, dan penangkap ular. Kebanyakan gigitan ular terjadi ketika orang tidak
mengenakan alas kaki atau hanya memakai sandal dan menginjak ular secara tidak
sengaja. Neurotoksin yang berakibat pada saraf
perifer atau sentral, bisa yang
mempengaruhi jantung, sistem pembuluh darah, sistem otot dan dapat menyebabkan
kerusakan jaringan, gangren, kelumpuhan permanen bergerak otot. Berakibat fatal karena paralise otot-otot lurik. Racun jenis ini dihasilkan oleh keluarga ular Viperidae misalnya
Rattle Snake, Coppe Head, dan Cotton Mouth.
B.
Haemotoksin yang
berakibat hemolitik dengan zat antara : fosfolipase dan enzim lainnya atau
menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan protrombin. Perdarahan itu sendiri
sebagai akibat lisisnya sel darah merah karena toksin. Selain itu, enzim dari bisa dapat juga mempengaruhi sistem saraf, otak, jantung, dan
pernafasan. Racun jenis ini dimilki oleh ular kobra kobra, ular Mamba, ular
laut, krait, ular karang.
C.
Myotoksin yang
menyebabkan rhabdomyolitis yang sering berhubungan dengan haemotoksin.
Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat
kerusakan sel-sel otot. Contoh : ular dari keluarga Hydropidae.
D.
Kardiotoksin yang merusak
serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan jantung.
E.
Cytotoksin : dengan
melepaskan histamin dan zat vasoaktif lainnya yang berakibat terganggunya
kardiovaskuler. Cytolitik : zat ini yang
aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat patukan.
F.
Enzim-enzim :
termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.
Sampai saat ini dikenal sekitar 20
jenis enzim yang ada pada bisa ular. Umumnya ular berbisa memilki 6 sampai 12
jenis enzim yang beracun. Beberapa jenis enzim yang dimili ular berbisa:
A.
Cholinesterase
Enzim ini bersifat neorotoksin (racun yang menyerang sistem
saraf) dan dapat melumpuhkan.
B.
Amino
Acid Oxidase
Berfungsi mencerna mangsa dan memicu peran enzim lainya.
C.
Hyaluronidase
Berfungsi untuk mempermudah penyerapan enzim lain ke jaringan
korban.
D.
Proteinase
Berfungsi untuk mencerna, menghancurkan jaringan tubuh korban.
E.
Adenosin
Triphospatase
Bersifat neurotoksin yang bekerja sentral dan menyebabkan korban
mengalami syok dan melumpuhkan mangsa.
F.
Phospodiesterse
Bekerja dengan cara mengganggu fungsi jantung dan menurunkan
tekanan darah dengan cepat.
Umumnya ular beracun,
racunnya bersifat menggumpalkan dan menyebar dalam pembuluh darah mengakibatkan
disseminated intravascular coagulation (DIC), layuh (paralysis), dan turunnya
tekanan pada sistem kardiovaskuler (cardiovascular depressio). Penampakan yang
lain ialah gangguan penghantaran (konduksi), trombositopenia, gagal ginjal dan
perdarahan di dalam tengkorak (intra kranial). Penyakit beku darah
(koagulopati), ditandai pembersihan darah (defibrinasi) yang berkaitan dengan
jumlah trombosit, dalam rentang waktu yang ada. Di samping itu racun dapat
mengubah protrombin menjadi trombin dan mengurangi faktor V,VII, protein C dan
plasminogen.Tekanan di sistem kardiovaskuler menyebabkan DIC atau tekanan di
otot jantung. Nerotoksin menyebabkan gejala saraf setelah keracunan, gejala
yang ditunjukkan antara lain adanya layuh (paralisis) pernapasan oleh hambatan
acetylcholine receptor di ujung saraf motor pascasinaptik (postsynaptic motor
nerve ending). Kemungkinan terjadi kejang gagau (konvulsi) disertai ada atau
tidaknya keracunan otot (myotoxicity) (Prihatini, 2007).
Pathway Bisa Ular
IV.
Manifestasi Klinis
Rasa sakit dari gigitan ular berbisa
sangat menyiksa dan mungkin ini adalah gejala termudah untuk dapat membedakan
gigitan berbisa atau gigitan tak berbisa. Ular berbisa biasanya meninggalkan
jejak satu atau dua gigi taring dan dengan segera disekitarnya, timbul
pembengkakan, perlunakan jaringan, sakit, dan ekomosis. Jika edema atau rasa
sakit tidak timbul dalam waktu 30 menit setelah tergigit, mungkin pit viper tidak menyuntikan bisa
sedikitpun. Jika bisa telah disuntikkan, maka vesikula hemoragik, bula, dan
ptekie akan timbul. Setelah 8 jam, dan terjadi bengkak yang berkembang dalam
waktu 24 jam penuh. Berikut adalah gejala yang ditimbulkan dari gigitan beberapa
ular :
A.
Gigitan
ular rattle ditandai oleh adanya
injeksi bisa. Gejala sistemik sering timbul dini dan berhubungan dengan
gangguan koagulasi darah, kerusakan pembuluh darah sampai pada lapisan intima,
kerusakan otot jantung, dan gangguan pernafasan. Edema paru dan komplikasi
perdarahan sering timbul pada gigitan dengan jumlah bisa yang banyak, dan baik
perdarahan maupun masa pembekuan darah biasanya memanjang
B.
Gigitan ular karang biasanya pasien mengalami penglihatn kabur,
berkeringat, perasaan mengantuk, rasa kesemutan sekitar mulut serta mual dan
muntah.
C.
Gigitan
oleh Viperidae/ Crotalidae seringkali menimbulkan gejala pada tempat
gigitan berupa nyeri dan bengkak yang dapat terjadi dalam beberapa menit, bisa
akan menjalar ke proksimal, selanjutnya terjadi edem dan ekimosis. Pada kasus
berat dapat timbul bula dan jaringan nekrotik, serta gejala sistemik berupa
mual, muntah, kelemahan otot, gatal sekitar wajah dan kejang. Pasien jarang
mengalami syok, edem generalisata atau aritmia jantung, tetapi perdarahan sering
terjadi.
D.
Gigitan
akibat Elapidae biasanya tidak
menimbulkan nyeri hebat.1,3 Namun demikian tidak adanya gejala lokal atau
minimal, tidak berarti gejala yang lebih serius tidak akan terjadi. Gejala yang
serius lebih jarang terjadi dan biasanya gejala berkembang dalam 12 jam.3 Bisa
yang bersifat neurotoksik, mempunyai dapat sangat cepat dalam beberapa jam,
mulai dari perasaan mengantuk sampai kelumpuhan nervus kranialis, kelemahan
otot dan kematian karena gagal napas.
Tanda dan gejala berdasarkan derajat keracunan akibat gigitan
seekor ular :
Tingkatan
|
Derajat keracunan karena bisa ular
|
Gambaran fisik
|
0
|
Tidak ada
|
Ada tanda bekas taring; tidak terdapat reaksi lokal atau
sistemik
|
1
|
Ringan
|
Ada tanda bekas taring, nyeri setempat yang sedang, edema yng
lebarnya 2,5-15 cm, ekimosis/perubahan warna menjadi kemerahan; gejala timbul
kemudian dan berupa: vesikel; bullae yang hemoragik, petekie, dan nekrosis
|
2
|
Sedang
|
Ada tanda dan bekas taring, edema yang lebarnya 25-40 cm,
kemerahan, mual, muntah, parestesia, diaforesis, perubahan ortostatik,
perembesan sekret serosanguineus, hipotensi, hematemesis, melena, hemoptisis,
epistaksis; hemokonsentrasi, pendarahn ringan dan waktu pembekuan yang
memanjang, penurunan jumlah sel darah merah, trombosositopenia, hematuria,
protenuria
|
3
|
Berat
|
Ada tanda bekas taring, edema yang lebarnya 40-50 cm, ekimosis
subkutan, nyeri yang difus, demam, hipotensi, takikardia, hiperapnea,
gangguan penglihatan, konvulsi, syok; koagulopati yang nyata,
hipofibrinogenemia, waktu PT/APTT yang memanjang, peningkatan produk
pemecahan fibrin, peningkatan kadar CPK, hematuria, dan protenuira
|
4
|
Sangat berat
|
Manidfestasi dini gejela sistemik dengan progrevitas yang
sangat cepat
|
Ket :
PT = Prothrombin Time
APTT = Activated Partial Thromboplastin Time
CPK = Creatine Phosphokinase
V.
Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan yang dapat muncul pada
korban gigitan ular antara lain adalah pembengkakan pada luka, diikuti
perubahan warna, rasa sakit di seluruh persendian tubuh, demam, menggigil,
mulut terasa kering karena didalam bisa ular terdapat racun Hemotoksin yaitu
racun yang dapat menyerang sistim sirkulasi darah dan sistim otot dan dapat
menyebabkan kerusakan jaringan, gangrene, kelumpuhan permanen kemapuan bergerak
otot. Racun jenis ini dihasilkan oleh keluarga ular Viperidae misalnya Rattle
Snake, Coppe head, dan Cotton mouth. Sukar bernafas dan berkeringat banyak juga
ditemukan sampai akhirnya pingsan, pusing, mata berkunang – kunang, Rasa sakit
atau berat di dada dan perut karena dalam bisa ular terdapat racun Neurotoksin
yaitu dapat melumpuhkan sistim saraf pusat, melumpuhkan jantung dan sarah
pernafasan. Racun jenis ini dimiliki oleh ular Kobra, ular Mamba, ular Laut,
Krait, Ular Karang . Muntah, lambung dan liver terasa sakit, pinggang terasa
pegal merupakan akibat dari usaha ginjal membersihkan darah.
VI. Penangan Pertama
Pertolongan pertama secara umum pada gigitan ular antara lain :
1.
Tetap
tenang
2.
Diamkan
lengan atau kaki yang digigit ular, dan jangan banyak gerak agar racun ular
tidak menyebar.
3.
Lepaskan
semua perhiasan yang menempel di badan seperti cincin, gelang, kelung, dsb.
Sebelum terjadi pembengkakan, karena kalau sudah terlanjur bengkak akan sulit
melepaskannya.
4.
Posisikan
diri sebisa mungkin dan usahakan daerah gigitan lebih rendah dari jantung.
Untuk memperlambat aliran bisa ular ke jantung.
5.
Bersihkan
luka dengan sabun dan air, lalu tutup dengan kain bersih dan kering
6.
Gunakan
spalak atau bidai untuk mengurangi pergerakan daerah yang terkena, tapi
usahakan tetap cukup longgar sehingga tidak membatasi aliran darah
7.
Jangan
gunakan torniket kencang, torniket dipasangkan
antara luka gigitan dengan jantung. Pemasangan torniket jangan benar-benar
kencang tetapi beri ruang sedikit, karena tujuan kita memperlambat bukan
menghentikan peredaran darah. Jika peredaran darah terhenti maka dikhawatirkan
kerja bisa terkonsentrasi di areal gigitan dan bisa mengakibatkan amputasi.
Jika tidak ada torniket maka bisa dengan menggunakan alat balut yang cara
penggunaannya bisa disesuaikan.
8.
Jangan menggunakan
es untuk mengompres area gigitan ular karena air dingin atau es hanya akan
mendorong racun masuk lebih cepat ke dalam kulit.
9.
Jangan
mencoba menyedot racun karena air liur penolong mengandung bakteri yang dapat
menyebabkan infeksi pada luka bekas gigitan ular
10. Jangan memotong luka atau mencoba membuang racun karena
mengakibatkan infeksi yang lebih parah.
11. Jangan minum kafein atau alkohol, cara ini
hanya akan meningkatkan metabolisme tubuh mereka dan menyebarkan racun ular
lebih cepat.
12. Jangan mencoba untuk menangkap ular itu, tetapi coba kenali
warna dan bentuknya sehingga dapat menggambarkan sehingga akan membantu dalam
perawatan nantinya.
13. Bila
diketahui ular yang menggigit adalah ular berbisa, segera bawa ke rumah sakit
untuk mendapatkan suntikan antibisa ular. Suntikan tersebut maksimum diberikan
4 jam setelah terjadinya gigitan
DAFTAR PUSTAKA
http://www.prn.usm.my/bulletin_articles_racun.php?Id=18 . Diakses pada tanggal 4 Juni 2014 pukul 13.39
Niasari,Nia& Abdul
Latief.2003. Gigitan Ular Berbisa.Sari Pediatri Vol. 5, No.
3 : 92-98
Oman,
Kathleen S.2008.Panduan Belajar
Keperawatan Emergensi.Jakarta: EGC
Prihatini,
dkk. 2007. Penyebaran Gumapaln dalam
Pembuluh Darah (Disseminated Intravascular Coagulation) Akibat Racun Gigitan Ular.
Indonesian Journal of Clinical Pathology and Laboratory, Vol 14 No. 1.
Sentra
Informasi Keracunan Nasional BPOM. 2005.Penatalaksanaan
Keracunan akibat Gigitan Ular Berbisa. http://www2.pom.go.id/public/siker/desc/produk/racunularberbisa.pdf. diakses pada tanggal 4 Juni 2014 pukul 13.03
Suharmiati
& Lestari Handayani. 2005. Ramuan
Tradisional untuk Keadaan Darurat di Rumah. Tangerang : Argo Media.
Tips bila Digigit Ular. http://carapedia.com/tips_bila_digigit_ular_berbisa_info3025.html. Diakses pada
tanggal 4 Juni 2014 pukul 14.00
Ular berbisa. http://id.swewe.net/word_show.htm/?91794_1&Ular_berbisa . Diakses pada tanggal 4 Juni 2014 pukul 14.32
by:
•Dahlia
Budi Utami 22020112120004
•Yayan Mahendroyoko 22020112130025
•Afif Riada 22020112130038
•Juliade Chatrin D 22020112130072
•Izumi
Ony Kusuma 22020112130100
•Ning Suwarsih 22020112130108
•Rizka Dewi Pulung Asih 22020112140030
•Gita
Febri S 22020112140036
•Andika
Kurnia Agata 22020112140062
•Retno
Romauli Risa P. 22020112140068