Senin, 21 April 2014

EMFISEMA

                   

A.      PENGERTIAN
Emfisema paru-paru merupakan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Emfisema paru adalah penyakit yang ditandai oleh pelebaran ruang udara (alveolus) di dalam paru-paru sehingga terjadi penyempitan saluran napas  disertai kerusakan  jaringan yang luas (Irman,2007).

B.       KLASIFIKASI
Terdapat 2 (dua) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang terjadi dalam paru-paru.
1.      Panlobular (panacinar), yaitu terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus alveolar, dan alveoli. Semua ruang udara di dalam lobus sedikit banyak membesar, dengan sedikit penyakit inflamasi. Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang hiperinflasi dan ditandai oleh dispnea saat aktivitas, dan penurunan berat badan ( Suzanne , 2002).
2.      Sentrilobular (sentroacinar),  yaitu perubahan patologi terutama terjadi pada pusat lobus sekunder, dan perifer dari asinus tetap baik. Seringkali terjadi kekacauan rasio perfusi-ventilasi, yang menimbulkan hipoksia, hiperkapnia (peningkatan CO2 dalam darah arteri), polisitemia, dan episode gagal jantung sebelah kanan. Kondisi mengarah pada sianosis, edema perifer, dan gagal napas (Suzanne, 2002).

C.      ETIOLOGI
Beberapa faktor yang menyebabkan emfisema, diantaranya :
1.      Merokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran napas dan jaringan paru-paru. Pada saluran napas besar, sel mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mucus bertambah banyak (hyperplasia). Pada saluran napas kecil, terjadi radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lender. Pada jaringan paru-paru, terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli (Kompas,2006).
2.      Defisiensi α1-antitripsin
α1-antitripsin adalah protein serum yang diproduksi oleh hepar dan pada keadaan normal terdapat di paru untuk menghambat kerja enzim elastase neutrofil yang destruktif terhadap jaringan paru (Seersholm dalam Megantara,2013).Penurunan kadar α1-antitripsin kurang dari 35% dari nilai normal (150-350 mg/dL) menyebabkan proteksi terhadap jaringan parenkim paru berkurang, terjadi penghancuran dinding alveoli yang bersebelahan, dan akhirnya menimbulkan emfisema paru. Aktivasi neutrofil jalan napas menyebabkan pelepasan elastase neutrofil. Elastase akan merangsang makrofag melepaskan chemoattractant leukotrien B4 (LTB4) yang menimbulkan penarikan neutrofil plasma. Penarikan neutrofil melewati jaringan interstisial menyebabkan kerusakan jaringan ikat (Stockley dalam Megantara,2013).
Varian genetik α1-antitripsin tersering adalah M, S dan Z. Alel M adalah normal sedang alel S dan Z berhubungan dengan defisiensi α1- antitripsin. Defisiensi α1-antitripsin sedang paling sering disebabkan oleh genotip MS dan MZ, pada populasi kulit putih sebesar 10% dan 3%. Individu genotip MM mempunyai kadar α1-antitripsin normal, sedangkan heterozigot MS dan MZ mengalami pengurangan kadar α1-antitripsin sebesar 80% dan 60%. Heterozigot SZ jarang (<1%) dengan kadar α1-antitripsin sekitar 40% normal dan risiko PPOK meningkat bila merokok (Turino dalam Megantara,2013).
Genotip ZZ sudah dipastikan sebagai factor risiko genetik PPOK, tetapi sangat banyak variasi penyebab penyakit pada pasien dengan genotip ZZ.Pasien dengan α1-antitripsin varian Z bentuk homozigot (ZZ) mempunyai risiko sangat tinggi terhadap perkembangan emfisema pada usia muda jika mereka merokok dan yang tidak merokok terjadi penurunan faal paru dengan cepat. Insidens defisiensi α1-antitripsin varian Z sangat rendah maka sulit untuk bisa menjelaskan predisposisi PPOK pada populasi umum (Yim dalam Megantara,2013).
3.      Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale,dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema.

D.      MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis emfisema adalah gejala klinis atau gejala fisik yang timbul akibat emfisema. Berikut ini merupakan manifestasi klinis emfisema menurut (Baughman & Hackley, 2000):
1.         Batuk kronis, mengi, sesak napas, dan takipnea, diperburuk dengan infeksi pernapasan.
Pasien biasanya mempunyai riwayat merokok dan riwayat batuk kronis yang lama, mengi, serta peningkatan napas pendek dan cepat (takipnea) (Smeltzer & Bare, 2002). Paru yang mengalami emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi dan bronkioles tidak dikosongkan secara efektif dari sekresi yang dihasilkannya. Gejala-gejala diperburuk oleh infeksi pernapasan. Pasien rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat pengumpulan sekresi sekret (Smeltzer & Bare, 2002).
2.         Latihan ringan menimbulkan dispnea dan keletihan.
Pada tahap lanjut, dispnea terjadi saat aktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti makan dan mandi. Pada waktunya, bahkan gerakan ringan sekali pun, seperti membungkuk untuk mengikat tali sepatu, mengakibatkan dispnea dan keletihan (dispnea eksersional. Dispnea merupakan gejala utama emfisema dan mempunyai awitan yang membahayakan. Dispnea adalah pernapasan sulit atau menyakitkan. Pasien dengan napas dispnea cenderung bernapas lambat ,napas pendek, breathlessness, atau shortness of breath (Smeltzer & Bare, 2002).
3.         Pada inspeksi, "dada tong" akibat udara terjebak, kehilangan massa otot, dan pernapasan dengan bibir.
Pada inspeksi, pasien biasanya tampak mempunyai barrel chest (akibat terperangkapnya udara, penipisan massa otot, dan pernapasan dengan bibir dirapatkan. Pernapasan dada, pernapasan abnormal tidak efektif, dan penggunaan otot-otot aksesori pernapasan (sternokleidomastoid) adalah umum terjadi. (Smeltzer & Bare, 2002).
Barrel chest (dada tong) yaitu kondisi dimana bentuk elips normal dada digantikan oleh yang berbentuk bulat dimana diameter anteroposterior membesar sampai sekitar diameter melintangnya. Diafragma tertekan sementara sternum terdorong ke depan sementara rusuk melekat secara horizontal, bukan menyudut (Williams & Wilkins, 2004).
4.         Pada auskultasi, bunyi napas hilang disertai krakles, ronki, dan perpanjangan ekspirasi.
Auskultasi menunjukkan terdengarnya bunyi napas dengan krekels, ronchi, dan perpanjangan respirasi (Smeltzer & Bare, 2002). Sedangkan suara napas ronchi terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, karakter suara terdengar perlahan, nyaring dan suara mengorok terus-menerus. Suara ini berhubungan dengan sekresi kental dan peningkatan sputum (Somantri, 2007).
Krekels atau ronkhi basah adalah bunyi yang nonkontinu yang terjadi akibat penundaan pembukaan kembali jalan napas yang menutup karena krekels halus, biasanya dapat terdengar pada akhir inspirasi dan berasal dari alveoli. Krekels dapat dihilangkan dengan batuk tapi mungkin juga tidak. Timing ronkhi ini adalah sangat penting. Ronkhi inspirasi awal menunjukkan kemungkinan penyakit pada jalan napas kecil, dan khas untuk hambatan jalan napas kronis. Ronkhi kasar khas untuk pengumpulan sekret yang tertahan dan memiliki kualitas seperti mendeguk yang tidak mengenakkan. Bunyi ini cenderung berubah dengan batuk yang juga memiliki kualitas yang sama (Muttaqin, 2008).
5.         Hiperesonan pada perkusi, dan menurun pada fremitus.
Ketika dada diperiksa, ditemukan hiperesonans pada perkusi dan penurunan fremitus ditemukan pada seluruh bidang paru (Smeltzer & Bare, 2002). Fremitus adalah vibrasi yang dirasakan di luar dinding dada saat pasien bicara. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui getaran suara dari saluran nafas yang dapat dilakukan dengan cara palpasi.
6.         Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan.
Emfisema dapat membuat makan lebih sulit karena pola nafas pasien emfisema yang tidak adekuat. Sehingga penderita kehilangan nafsu makan yang berdampak pada penurunan berat badan dan kelemahan tubuh klien emfisema.
7.         Hipoksemia dan hiperkapnea pada tahap lanjut.
Kadar oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar karbon dioksida yang tinggi (hiperkapnia) terjadi pada tahap lanjut penyakit (Smeltzer & Bare, 2002). Hal ini karena akibat kerusakan kapiler alveoli dan ketidakefektifan pola nafas klien emfisema yang terjadi terus menerus dan berlangsung lama.
8.         Reaksi inflamasi pada infeksi akibat penumpukan sekresi.
Gejala-gejala diperburuk oleh infeksi pernapasan. Pasien rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat pengumpulan sekresi sekret.  Infalamasi atau peradangan adalah bengkak kemerahan, panas, dan nyeri pada jaringan karena cedera fisik, kimiawi, infeksi, atau reaksi alergi. Setelah infeksi terjadi, pasien mengalami mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi (Smeltzer & Bare, 2002).

E.       PATOFISIOLOGI




Patofisiologi Emfisema Diambil dari Somantri, Irman. 2010
Emfisema merupakan kelainan di mana terjadi kerusakan pada dinding alveolus yang akan menyebabkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara akan terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) di antara ruang alveolus (blebs) dan diantara parenkim paru-paru (bullae). Proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilatory pada “dead space” atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah.
Kerja napas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru-paru untuk melakukan pertukaran gas O2 dan CO2, emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru-paru, selanjutnya terjadi penurunan perfusi O2 dan penurunan ventilasi. Jika emfisema terjadi pada usia muda biasanya berhubungan dengan bronkritis kronis dan merokok.

F.       KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada emfisema adalah gagal jantung sebelah kanan (Asih & Efey, 2004). Hal ini terjadi karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan,  jaring-jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Terdapatnya kongesti, edema tungkai (edema dependen), distensi vena leher, atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.
Pada emfisema terjadi banyak kerusakan jaringan pada dinding alveolus, dimana pada dinding alveolus tersebut terdapat arteri pulomali yang terhubung dengan ventrikel kanan. Arteri pulmomali  ini berfungsi dalam peredaran darah dari jantung ke paru-paru. Karena begitu banyak jaringan paru-paru yang rusak, jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa darah ke paru-paru. Beban ekstra ini membuat jantung melemah dan membesar. Pertukaran gas dalam alveolus pun mengalami perubahan.  Perubahan pada beban volume juga berperan penting, yaitu dinamika saat peningkatan denyut jantung, polisitemia serta retensi garam dan air. Pada suatu titik ventrikel kanan tidak mampu lagi berfungsi dalam kondisi beban tekanan tinggi sehingga terjadi gagal jantung kanan.



G.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Pemeriksaan rutin
Agar dapat mengetahui perkembangan kesehatan klien secara kontinyu.
a.       Faal paru
1)      Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)
-          Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
-          VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun
-          kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
-  



Hasil pemeriksaan fungsi paru dengan menggunakan spirometri
2)      Uji bronkodilator
-          Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml
-          Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
b.      Darah rutin
Pemerisaan darah dilakukan untuk mengetahui nilai Hb, Ht, leukosit serta kadar oksigen dalam darah.
c.       Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.
Pada emfisema terlihat gambaran :
-   Hiperinflasi
-   Hiperlusen
-   Ruang retrosternal melebar
-   Diafragma mendatar
      -   Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
2.      Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
a.       Faal paru
-    Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat
-     DLCO menurun pada emfisema
-     Raw meningkat pada bronkitis kronik
-     Sgaw meningkat
-     Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
b.      Uji latih kardiopulmoner
-     Sepeda statis (ergocycle)
-     Jentera (treadmill)
-     Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
c.       Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan
d.      Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid
e.       Analisis gas darah
1)      Normal pH 7.35 – 7.45, PCO 35-45, PO2 > 80 mmHg
2)      Tanda gagal nafas kronik (pH normal, PCO2 mningkat, bicnat meningkat > 30 mmol, BE > 4 mol)
3)      Gagal nafas akut pH , 7.35 (asidosis), PCO2 > 45
f.       Radiologi
-    CT - Scan resolusi tinggi
-    Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos
-    Scan ventilasi perfusi
     Mengetahui fungsi respirasi paru
g.      Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan
h.      Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan
Pada PPOK ringan, sedang, dan berat mempunyai nilai tekanan rerata arteri pulmonalis 18.33 mmHg, 29.50 mmHg, dan 31.61 mmHg P = (0.005)
i.        Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulng merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.
j.        Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

H.      ASUHAN KEPERAWATAN
1.         Gambaran Kasus
Seorang laki-laki berumur 60 tahun dirawat di rumah sakit dengan keluhan sulit bernapas dan lemah. Klien telah mengalami batuk berdahak 1 bulan terakhir dan menyatakan khawatir akan kondisinya. Menurut istri klien memiliki riwayat merokok.


2.         Pengkajian
Data Demografi
1.    Biodata
- Nama                                               : Tn. S
- Usia                                                  : 60 tahun
- Jenis kelamin                                    : Laki-laki
- Alamat                                             : Pomahan RT 03/01 Sulang Rembang
- Suku / bangsa                                   : Jawa/Indonesia
- Status pernikahan                            : sudah kawin
- Agama                                             : Islam
- Pekerjaan                                         : Pedagang
- Diagnosa medik                               : Emfisema
- No. medical record                          : 6703579
- Tanggal masuk                                 : 14 April 2014
- Tanggal pengkajian                          : 30 April 2014

2.    Penanggung jawab
- Nama                                               : Ny. L
- Usia                                                  : 52 tahun
- Jenis kelamin                                    : perempuan
- Pekerjaan                                         : Tani
- Hubungan dengan klien                   : istri
Riwayat Kesehatan
1.    Keluhan utama                                   : Sulit bernapas dan lemah
2.    Riwayat kesehatan sekarang               :
Sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh sulit bernapas dan lemah. Klien telah mengalami batuk berdahak selama 1 bulan terakhir. Klien mengatakan khawatir terhadap kondisinya.
3.    Riwayat kesehatan lalu
Keluarga Klien mengatakan bahwa kalien memiliki riwayat merokok.

4.    Riwayat kesehatan keluarga
- Penyakit keturunan                          :  alergi
- Anggota keluarga yang terkena       : ibu klien
¨ Alergi                                          hipertensi
¨ asma                                            penyakit jantung
¨ TBC                                              stroke
¨ Anemia                                        hemophilia
¨ Arthritis                                       migraine
¨ DM                                              kanker
¨ gangguan emosional
Riwayat Psikososial
Pasien mempunyai hubungan yang baik dengan keluarga, teman, dan masyarakat
Riwayat Spiritual
- Ketaatan beribadah dan menjalankan kepercayaan            : meyakini adanya Allah
- Support system dalam keluarga                              :anggota keluarga saling mendoakan
- Ritual yang biasa dijalankan                                   : berdoa dan solat 5 waktu
Pengkajian Berdasarkan Handerson
1.    Kebutuhan Oksigenasi
Airway                 : tidak ditemukan sumbatan jalan napas
Breathing             : pernapasan 14x/menit, ,dispnea, takipnea, ortopnea, pernapasan  cuping hidung, pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri, ada otot bantu napas.
Circulation           : tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, suhu 36,50C, kapileri refill kembali dalam 2 detik.
2.    Kebutuhan Nutrisi-Cairan           
Jenis
Sebelum masuk RS
Setelah sakit
Makan
2 x sehari
Bentuk nasi dan sayur
3x sehari
Bentuk nasi dan sayur
Minum
> 1 liter,  ± 1500 ml
> 1 liter, ± 1500 ml





3.    Kebutuhan Eliminasi       
Jenis
Sebelum masuk RS
Setelah sakit
BAB
1x sehari
konsistensi lembek
warna coklat
tidak ada darah
1x sehari
konsistensi lembek
warna coklat
tidak ada darah
BAK
± 1000 ml sehari
warna kuning jernih
tidak ditemukan darah
kencing lancer
sehari ± 200 ml
warna kuning pekat
tidak ditemukan darah
kencing menetes
nyeri saat kencing

4.    Kebutuhan Aktivitas-Latihan      :
Jenis
Sebelum masuk RS
Setelah sakit
Aktifitas harian
Bekerja sebagai penjual jajan keliling  mulai jam 7-4 sore
Menonton TV
tidur di bed
ngobrol dengan keluarga
Olahraga
tidak pernah olahraga rutin
tidak melalukan olahraga selama di rumah sakit

5.    Kebutuhan Tidur/Istirahat           :
Jenis
Sebelum masuk RS
Setelah sakit
Tidur siang
tidak tidur siang
tidur selama 2 jam,
nyenyak,
bangun tidur tidak merasa pusing
Tidur malam
tidur selama 8 jam
nyenyak dan tidak mudah terbangun
tidur selama 5 jam, sulit memulai tidur, kadang terbangun karena cemas


6.    Kebutuhan Personal Higiene       :
Jenis
Sebelum masuk RS
Setelah sakit
mandi
2 x sehari, mandiri ke kamar mandi
2 x sehari, mandiri ke kamar mandi
oral hygiene
2 x sehari, mandiri
2 x sehari , mandiri
keramas
3 hari sekali
seminggu sekali

7.    Pola Persepsi dan Sensori            :
Jenis
Sebelum masuk RS
Setelah sakit
Kognitif
mampu mendengar, melihat dan memahami informasi dengan baik,
mampu membedakan rasa
mampu mendengar, melihat dan memahami informasi dengan baik, mempu membedakan rasa
Psikomotor
mampu berbicara, dengan baik, mampu melakukan perintah dengan baik, mampu menirukan dengan baik
mampu berbicara, dengan baik, mampu melakukan perintah tertentu dengan baik, mampu menirukan perintah tertentu dengan baik

8.    Kebutuhan Komunikasi dan Mental
Klien komunikatif, kooperatif  dan  mampu berkomunikasi dengan baik sebelum dan setelah masuk rumah sakit.
9.    Kebutuhan Kenyamanan :
Sebelum masuk RS
Setelah sakit
dapat melalukan segala macam aktifitas dan cepat lelah ketika melakukan aktivitas yang berlebihan
aktifitas menjadi terbatas karena sulit bernapas dan lemas ketika melakukan aktivitas yang berlebihan

10.    Kebutuhan Seksualitas  : penurunan libido
11.    Kebutuhan Stress dan Koping   : Klien belum mampu menerima kondisi. Klien khawatik akan kondisinya sekarang. Keluarga memberikan dukungan dan motivasi kepada klien.
12.    Pola Konsep Diri
-            Citra tubuh                         : khawatir dengan kondisi tubuhnya
-            Identitas                             : mempunyai persepsi diri yang baik terhadap dirinya
-            Harga diri                           : tetap percaya diri
-            Peran                                  : menyadari bahwa perannya menjadi terbatas atau minimal sejak sakit
-            Ideal diri                            : belum menerima keadaan dirinya saat ini

13.    Kebutuhan Rekreasi      :
Sebelum masuk RS
Setelah sakit
berkunjung ke rumah saudara, menonton TV,
mudah merasa jenuh, ngobrol dengan istri dan keluarga

14.    Terapi Modalitas dan Spiritual  : klien memenuhi kebutuhan spiritualnya dengan selalu mengingat Allah, berdoa dan memperbanyak dzikir.

3.         Pemeriksaan Fisik Head to Toe
1.    Keadaan Umum                          : composmentis
2.    Pemeriksaan Tanda-tanda Vital  :
-       Tekanan Darah                       : 120/80 mmHg
-       Nadi                                       : 90 x/menit
-       Respiratory Rate                    : 28 x/menit
-       Suhu                                       : 36,50C
-       Berat Badan                           : 56 kg
3.    Pemeriksaan Kulit dan Rambut
-       Kulit                                       : berwarna coklat, lembab, tidak ada jaringan parut
-       Rambut                                   : berwarna hitam, tebal, agak panjang, kering, tidak rontok.
4.    Pemeriksaan Kepala dan Leher
-       Kepala
Raut wajah                           : tampak datar
Bentuk                                  : bulat
Mata                                     : dapat membuka lebar, jelas saat membaca tulisan, diameter pupil 3mm/3mm, simetris, reflek pupil terhadap cahaya (+), warna konjungtiva  tidak anemis dan sklera berwarna putih bersih, reflek berkedip (+), lapang pandang normal 1500, tidak ada lesi dan tidak ada kantung mata
Telinga                                 : berminyak, simetris, tidak ada lesi
Hidung                                 : bersih, simetris
Mulut                                   : bersih, mukosa lembab, tidak ada rasa nyeri saat mengunyah.
-       Leher                                      : warna kulit sama seperti bagian kulit yan lain, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada nyeri telan.
5.    Pemeriksaan Dada
-       Paru-paru                               
Inspeksi                                  : pengembangan dada kanan sama dengan kiri, tidak ada lesi, barrel chest
emfisemaPalpasi                                     : fremitus raba kanan sama dengan kiri
Perkusi                                     : terdengar bunyi sonor di seluruh permukaan paru
Auskultasi                              : tidak terdengar  bunyi tambahan
-       Jantung                                  
Inspeksi                                  : pulsasi tampak jelas terlihat  
Palpasi                                    : tidak ada nyeri tekan, pulsasi teraba
Perkusi                                    : vesikular
Auskultasi                              : tidak ditemukan bunyi tambahan atau murmur, terdengar bunyi lub dup      
6.    Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi                                       : tidak ada lesi dan jaringan parut, warna sama rata dengan kulit yang lain, umbilikus bersih
Auskultasi                                   : suara bising usus normal 8x/menit
Palpasi                                         : ada nyeri tekan pada perut bagian bawah
Perkusi                                        : terdengar bunyi timpani
7.    Pemeriksaan Ekstermitas
-       Ekstermitas atas
Kiri dan kanan                        : tidak ada atrofi, kekuatan otot normal dengan nilai 100%  melawan grafitasi dengan tahanan penuh,  akral hangat, capillary refill kembali dalam waktu 2 detik
-       Ekstermitas Bawah
Kiri dan kanan                        : tidak ada atrofi, kekuatan otot normal dengan nilai 100%  melawan grafitasi dengan tahanan penuh,  akral hangat, capillary refill kembali dalam waktu 2 detik
8.    Pemeriksaan Sistem Persarafan   : tidak terdapat gangguan dalam sistem saraf pada klien
9.    Sistem Imunitas                          :  klien memiliki alergi pada debu

4.         Pemeriksaan Penunjang
1.    pemeriksaan Spirometri

Normal
Hasil
TLC
6000 ml
7000 ml
RC
1200 ml
1300 ml
VC
4800 ml
4750 ml
FEV
1100 ml
1050 ml



5.         Analisa Data
No.
Data
Masalah
Etiologi
Diagnosa keperawatan
1.       
Ds :
- klien mengatakan selama 1 bulan terakhir mengalami batuk berdahak Keluarga
 - klien mengatakan  memiliki riwayat merokok

Do : klien terlihat sulit bernapas dan lemah
ketidakefektifan bersihan jalan napas
Sekret dan kelelahan
Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekret dan kelelahan
2.       
Ds : klien mnagatakan khawatir akan kondisinya
Ansietas(00146)
Perubahan status kesehatan
Ansietas berhubungan dengan perubahan status sosial(00146)


10.     Intervensi
No.
Diagnosa keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi
1.
Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan sekret dan kelelahan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 ketidaakefektifan jalan napas berkurang dengan kriteria hasil :
-          RR dalam batas normal yaitu 24 x/menit
-          Sputum keluar dari jalan napas
-          Tidak ada suara tambahan
Oxygen therapy (3320)
-          Larang klien merokok
-          Bersihkan secret dari mulut, hidung dan trakea
-          Pantau keefektifan terapi oksigen
-          Pertahankan kepatenan jalan napas
-          Memantau aliran oksigen
Airway management (3140)
-          Ajarkan batuk efektif
-          Pantau  status respirasi dan oksigen
-          Rubah posisi klien untuk mengurangi dispnea
-           
2.
Ansietas (00146) berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam kecemasan klien berkurang dengan kriteria hasil :
-          Klien dapat menerima kondisinya
-          Kecemasan klien berkurang

Anxiety Reducing (5820)
-          Gunakan pendekatan tenang dan meyakinkan
-          Dorong keluarga untuk berada di samping
-          Bantu klien mengidentifikasi penyebab cemas
-          Dengarkan dengan perhatian
-          Pahami pandangan klien dari situasi stres yang di alami
Dorong pasien menggunakan terapi relaksasi

I.         DISCHARGE PLANNING
Discharge planning (perencanaan pulang) merupakan komponen system perawatan berkelanjutan, pelayanan yang diperlukan klien secara berkelanjutan dan bantuan untuk perawatan berlanjut pada klien dan membantu keluarga menemukan jalan pemecahan masalah dengan baik, pada saat tepat dan sumber yang tepat dengan harga yang terjangkau (Doenges & Moorhouse : 94-95).
Berikut merupakan perencanaan bagi pasien emfisema :
1.      Menghindari iritasi. Memakai alat pelindung atau masker jika tempat kerja klien terkena paparan debu atau bahan kimia yang mengganggu klien. Menetaplah di dalam ruangan jika kualitas udara di luar buruk.
2.      Mencegah infeksi pernafasan. Hindari kerumunan banyak orang terutama ketika musim influenza dan hindari orang yang terinfeksi saluran nafas atas.
3.      Mencari pengobatan jika gejala penyakit tersebut muncul kembali atau keadaan klien semakin memburuk.
4.      Latihan. Klien dapat melakukan latihan nafas dalam dan olahraga-olahraga sederhana. Olahraga dapat membantu mengurangi masalah pernapasan dan meningkatkan kesehatan klien.
5.      Menganjurkan klien untuk meningkatkan tidur. Menganjurkan klien untuk latihan relaksasi sebelum tidur untuk meningkatkan kenyamanan tidur klien.
6.      Posisi tidur khusus. Klien dapat tidur dengan posisi semi fowler jika mengalami kesulitan bernafas ketika berbaring. Gunakan busa atau bantal untuk meninggikan kepala pada saat tidur. Posisi tersebut dapat membantu memperlancar proses pernafasan.
7.      Meningkatkan toleransi aktivitas. Mendorong klien untuk meningkatkan aktivitas secara bertahap.
8.      Hubungi penyedia layanan kesehatan utama,  jika :
-          mengalami demam.
-          kesulitan melakukan aktivitas yang biasa karena sulit untuk bernapas.
-          batuk dahak lebih dari yang normal bagi klien.
-          kaki atau pergelangan kaki bengkak.

J.        DAFTAR PUSTAKA
Asih, Niluh Gede Yasmin & Efey. Christantie. (2004). Keperawatan Medikal Bedah Klien     dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC.

Baughman, Diane C & Hackley, JoAnn C. (2000). Keperawatan Medikal Bedah: Buku           Saku dari Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.

Himpunan dokter paru Indonesia.2003.penyakit paru obstruksi kronik.Jakarta





Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem        Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda C. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 1 Ed 8 . Jakarta : EGC.
Somantri, Irman(2007). Keperawatan Medikal Bedah:Asuhan Keperawatan Sistem Pernapasan. Jakarta:Salemba Medika

Supriyadi,Megantara.(2013).”Faktor Genetik Penyakit Paru Obstruktif Kronik”. CDK-207/ vol. 40 no. 8.
Williams, Lippincott & Wilkins. (2004). Rapid Assessment: a Flowchart Guide to Evaluating Signs and Symtoms. Bethlehem Pike: Lippincott Williams& Wilkins.



By: Rinda Ayu Dwi apriska, Benny bakhtiar, Ning Suwarsih, Atik Dina Nasekhah, Veronica Lita W.,